Pages

Tuesday, September 20, 2011

Somewhere between two deadlines, an upset boss and the need to sleep

Tiba-tiba saya kepengen update blog.
Saat ini saya sedang berada di sebuah PH di kawasan Senayan, setelah baru saja kembali dari sebuah PH di kawasan SCBD. Saya baru tidur jam empat pagi dan bangun jam delapan pagi, langsung 'ngeberesin' sebuah deadline dan lalu mengejar deadline satunya. 
Pemikiran ini datang tiba-tiba, ketika saya melihat layer-layer berwarna hijau dan biru di software editing Avid Media Composer : sejak kapan, saya bisa melakukan ini?
Saya tentu tahu kapan dan bagaimana saya memulai belajar editing. Tapi, sejak kapan saya bisa melakukan ini? Mengukur speed saya sendiri, menganalisa pekerjaan saya sendiri, bahkan sok sokan mengambil dua pekerjaan sampingan yang sukses membuat saya seperti mayat hidup. Dulu saya ingat, saya bahkan takut memencet spasi untuk mempelajari hasil editan mentor saya, saking banyak dan rumitnya layer-layer yang numplek di sequence. Takut salah pencet, lalu merusak apa yang ada di sana. Sekarang, saya membangun layer-layer rumit saya sendiri, entah sejak kapan dimulainya. Menilai sebuah skrip jelek atau bagus, menilai sebuah gambar layak atau tidak, memilih musik pengiring - sendiri. Yah, tidak benar-benar sendiri juga, karena tentu selalu ada Quality Control, Executive Producer, Supervisor, Director. Tapi, saya mengerjakan sendiri, sebagai seorang editor.
Saya bahkan malu-malu menyebut diri saya bisa ngedit, karena saya tahu masih buanyakkkk editor-editor yang kapasitasnya jauh melebihi saya. Saya tahu apa yang dibutuhkan untuk menjadi editor, saya tau apa yang dilakukan, hak dan kewajibannya. Saya tahu. Ya jelas tahu, bahkan skripsi saya berjudul "Peran Editor Pada Proses Paska Produksi Dalam Rumah Produksi". 
Tapi, untuk menyebut diri sendiri editor, apakah saya sudah layak? Kadang-kadang saya seperti dokter, menutupi borok tim produksi. Kadang-kadang juga saya seperti tukang jahit, potong dan jahit. Atau seperti tukang daging, memotong tanpa perasaan. 
Ketika saya meragukan diri saya sendiri, tawaran pekerjaan datang dan datang lagi. Itu membuat saya merasa diakui, walaupun untuk mengajukan diri masih agak kurang pede. Saya melihat teman-teman editor saya (yang kebanyakan laki-laki) bisa membuat berbagai macam efek yang 'wow' dengan tempo cepat. Saya mah boro-boro. Saya pernah berniat mempelajari teknik mereka, tapi akhirnya merasa bahwa  ini memang bukan style saya. Seperti setiap orang suka warna yang berbeda-beda, saya lebih suka gambar yang cantik dengan pace yang pelan. Beberapa orang menyebut editan saya 'feminin' (ya ini tergantung juga dari apa yang dikerjakan :p) padahal saya aslinya jauh sekali dari feminin. Kadang-kadang saya berpikir laki-laki lebih mudah untuk survive di bidang pekerjaan ini, karena jelas harus mengorbankan waktu tidur (lupakan beauty sleep), tenaga, dan yang jelas, harus siap tidur di mana saja dan pulang ke rumah jam berapa saja-atau tidak pulang sama sekali.
Di sini, di sebuah PH di bilangan Senayan dengan badan yang hancur lebur dan mata menghitam karena kurang tidur, saya bersyukur bahwa saya melakukan ini. Saya mencintai pekerjaan saya dengan sepenuh hati.

1 comment: