Ah, begitu melihat judul diatas beberapa orang pasti akan langsung berpikir 'such a cliche'. Sure, sure, it's such a cliche. Bahkan sebelum saya menjalani ini saya pikir saya sudah tahu apa-apa aja yang bakalan terjadi. Paling kangen. Terus apah? Tinggal ketemu. Simple siiik, gak usah dibikin ribet. Apalagi si pacar, yang waktu itu masih calon pacar, terus-terusan meyakinkan bahwa jarak Jakarta-Bandung nggak jauh-jauh amat.
Sebagai seseorang yang pernah menjalani hubungan overly attached, saya berpikir mungkin hubungan Long Distance memang sebuah jawaban. Saya nggak perlu mikir heboh gimana caranya menyesuaikan social gathering, work dan romance supaya nggak tumpang tindih di waktu yang sama sehingga saya seenggaknya juga punya 'me time' untuk beresin kamar, leyeh-leyeh nonton DVD atau menikmati indahnya dunia dengan spa selama tiga jam dilanjutkan dengan makan ayam penyet cabe ijo di Tebet. Pacar pun sepertinya baik-baik saja dengan fakta bahwa di antara saya dan dia ada jarak 130 km yang membentang.
Di awal hubungan saya (dan pacar) sudah menyetting beberapa ground rules untuk menyikapi si jarak. Begini, jarak ini sudah ada sejak awal, jadi jangan sampai kalah. Kalau kalah, cemen. Diantaranya, tentu saja : komunikasi. Itu hape nggak boleh sampe mati. Kalo mati, siap-siap diambekin. Yang lain, mengatur waktu ketemuan per bulan. Pacar sih waktu itu bilangnya mau ketemuan tiap weekend, tapi yang realistis aja deh, saya ini kan harus bersaing dengan keluarga, teman-teman, pekerjaan dan sepakbola ya, jadi mana mungkin juga ketemu tiap minggu? Deadline saya juga kadang-kadang suka posesif, jadi daripada maksa dan akhirnya cuma bikin kecewa, maka kami sepakat ketemuan dua kali setiap bulan.
Tapi itu semua teori.
Jakarta-Bandung emang cuma seloncatan travel, naik di Jakarta lalu turun di Bandung sana, atau sebaliknya. Tapi kan banyak faktor lain yang bikin loncat jadi berat. Duit, misalnya. Waktu, lainnya. Saya pernah begitu menyumpah kepada jarak karena si pacar lagi sakit, banyak pikiran, dan di rumahnya nggak ada orang. Dan itu weekday, saya punya pekerjaan. Jakarta-Bandung yang cuma seloncatan travel pun jadi nggak simpel lagi. Tentu saja dia mengerti, tapi buat saya ngomong 'sabar ya' itu nggak cukup kalo nggak ada tindakan apa-apa. Padahal kan ya saya cuma mau meluk, letting him know everything is gonna be alright. Tapi mau gimana, JAUUUUH.
Ini muka capek lagi nunggu loncat dari travel Jakarta buat balik ke Bandung :(
Normal dating? Hmph. Simpel kan ya : jalan, makan, nonton. Intinya ini agak susah dilakukan saya dan pacar karena toh akhirnya setiap ketemuan di weekend akhirnya kami terlalu malas untuk keluar dan akhirnya cuma ngobrol-ngobrol di rumah selama,... tiga hari.
Kelamaan nggak ketemu juga bikin cranky. Ini nggak cuma saya karena saya cewek, tapi dia juga gitu. Masalah-masalah nggak penting terus jadi beranteman karena kelamaan nggak ketemu, tipe berantem yang kalo hadap-hadapan tinggal dipeluk langsung kelar, tapi kalo lewat telepon? Selamat bermain dengan kata-kata yang kalau salah diucapkan sedikit saja malah bikin masalah jadi tambah riweuh.
Terus saya pikir saya udah pernah ngerasain segala jenis kangen jadi akan cukup dewasa untuk menantang jarak. But love brings out the child in you eventually. Pernah kangen, kangen banget sampe ngeliat video dia ketawa-tawa aja bikin mewek? Saya pernah. Tentunya saya nggak bilang dia, nanti dia geer. Pernah kangen, kangen banget tapi pas ketemuan akhirnya ceng-cengan ga genah dan cuma bisa steal a goodbye kiss padahal sih ya mah pengennya,... *i leave it up for your imagination* :p
Saya kangen bego-begoan,...
Beberapa waktu sebelum saya menyetujui hubungan jarak jauh ini, seorang teman pernah bilang ke saya "Percaya sama gue, Kar, LDR itu nggak akan berhasil,..." Dia baru saja pisah karena LDR. Pastinya dong, sebagai manusia yang dikaruniai curiga dan sarkasme berlebih saya punya banyak pikiran negatif. Nggak perlu saya jabarkan disini karena semua insan dunia perLDRan saya yakin punya pikiran buruk yang sama. Tapi teman saya yang lain pernah bilang "Isn't it life, to take a free fall? You're a control freak, you can control everything but if it doesn't meant to be it'll ruin anyway."
Jadilah saya mengacuhkan saran based on experienced teman pertama dan memutuskan untuk jatuh. Jatuh pasrah kepada kehidupan. Jatuh pasrah kepada entah apa yang saya kurang tahu akan saya hadapi nanti. Jatuh cinta. And note this : I'm afraid of the height.
I take it anyway.
Rasanya? Ya gitu deh. Kalau kata pacar saya mah "Nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata karena punya sejuta makna" padahal cuma males aja ngejabarin rasanya. Why don't you try yourself? At least if something bad happened, you have his hand to walk you through. And that what makes all this worth. Each other's presence in each other's heart.
Cipularang. Jakarta - Bandung.
No comments:
Post a Comment